Senin, 09 Mei 2016

Pertemuan

Aku sedang melepas lelah sambil duduk di bangku taman kota menikmati semilir angin di bawah pohon tua sambil memejamkan mata. Haaaaahhhhhh lelah sekali ternyata mencari pekerjaan di bawah panas teriknya Jakarta. Semakin lama raguku semakin menguat setelah beberapa hari ini aku bolak balik ikut test kerja di Jakarta. Aku ragu apa aku cukup kuat untuk kerja di Jakarta yang panas berdebu, bising, terlalu ramai, terlalu berantakan, dan sedikit pohon untuk berteduh. Tapi pada akhirnya iming-iming gaji yang besar meluruhkan kemanjaanku juga untuk menolak berjuang hidup di Jakarta. Belum apa-apa aku rindu Bogor dengan kedamaiannya. Padahal baru saja tadi pagi aku berangkat dari Bogor tapi rinduku sudah menguat ingin segera pulang.
Setelah merasa lebih sejuk, kuambil tisu basah dari dalam tasku dan kulap tangan dan leherku yang lengket karena bekas keringat. Rasanya kalau sudah kucel begini, aku benar-benar tidak mau melihat kaca yang akan membuatku melihat kengerian atas mukaku yang benar-benar kucel sekali. Aku mulai sibuk mencari ikat rambutku yang terselip di dalam tasku. Kebiasaan burukku adalah sulit mencari barang-barang yang terselip dan barang-barang yang lupa kutaruh di mana. Leherku sampai pegal karna terlalu lama membungkuk sibuk mencari ikat rambutku yang sialnya tidak ketemu juga hingga akhirnya aku menyerah dan mulai perlahan mengeluarkan seluruh barang yang ada di dalam tas. Saat aku mulai mengeluarkan sisir dari dalam tasku, ada seseorang yang menepuk pundakku dan sontak aku terlonjak kaget, "Maaf mba, bisa geser sedikit, ini ada ibu lansia yang mau duduk istirahat", sapa mas muda yang entah kenapa membuatku tertegun beberapa detik saat melihat parasnya. "Ehh... iya, maaf. Silahkan duduk, Bu", ajakku sambil secara perlahan menggeser seluruh barang-barangku. "Ibu gimana keadaannya? Baik-baik aja? Ibu haus apa engga? Sebentar ya bu saya cariin minum dulu", mas muda itu tampak khawatir dengan kondisi ibunya. "Nggapapa le, gausah ngerepotin. Ibu kayanya cuma kepanasan jadi lemes deh. Udah kamu pergi aja le, saya istirahat duduk sebentar juga udah baikan lagi.", saut ibu tua itu. Aku langsung menyimpulkan dengan ke-soktauan-ku bahwa ibu tua ini secara tidak sengaja ditolong oleh mas muda yang cakep itu (emang lama-lama dilihat cakep juga). Aku langsung teringat masih punya sebotol penuh air mineral yang baru saja kubeli dari abang kaki lima. "Ini bu, silahkan diminum. Belum saya minum saya sekali kok, ini buat ibu aja", kataku. "Aduh gausah mba makasih. Saya ga enak merepotkan. Nanti saya beli saja sendiri", jawab ibu tua itu. "Gapapa bu, diminum aja. Nanti saya yang beliin mba ini minum yang baru. Sekarang ibu minum aja ya biar ga lemes", saut mas muda itu. Oh My God, mas muda yang cakep itu lembut banget ngomongnya. Senyumnya juga manis bangetttt. Meleleh hati ini Bang melihat senyuman kamu (mulai virus drama korea activated). *Faraaaahhhhh sadar Far sadaaaaaar. Fokus sama ibu tua ini jangan sama si mas muda yang makin lama makin keren*. Aku langsung secara otomatis membuka tutup botol dan menyodorkannya kepada si ibu "Ini Bu silahkan diminum, gausah malu-malu. Saya juga udah ga haus kok bu". Lalu aku teringat dengan sisa jajanan pasar yang tadi kubeli di jembatan penyebrangan. "Oya bu, mungkin Ibu lemes gara-gara belum makan. Silahkan makan ini Bu, lumayan sesuap dua suap untuk ngeganjel perut", aku sengaja membuka bungkus kue tersebut dan menyodorkan ke si Ibu agar si ibu mau tidak mau terpaksa memakannya.
"Yaampun mbaa, terima kasih banyak yah. Makasih banyak juga ya Mas. Saya ngga nyangka masih ada orang baik di Jakarta", ucap ibu tua itu penuh haru. "Saya orang Bogor kok Bu bukan Jakarta. Saya sih gamau jadi orang Jakarta", ucapku berapi-api. Lalu kudengar mas muda itu tertawa dan berkata, "Jakarta kejam yah Mbak?". Dari nada suaranya sepertinya itu kalimat bertanda tanya tapi bukan suatu pertanyaan melainkan lebih menjurus ke pernyataan. Jadi hanya kujawab mas muda itu dengan senyuman malu.
"Ibu tinggal di mana trus mau ke mana?", tanya mas muda itu. "Saya tinggal di Serpong trus mau ke Cibinong ke rumah anak saya. Anak saya lagi sakit jadi saya mau jenguk. Saya sebenernya bingung mau naik apa. Tapi tetangga saya ada yang bilang bisa naik bis dari depok. Jadi saya mikir yang penting saya nyampe ke stasiun depok dulu.  Tadi keretanya penuh sesak sekali saya juga ga kuat jadi saya asal turun aja. Saya nanya orang-orang gimana cara ke depok pake bis atau angkot tapi udah jalan jauh muter-muter sendiri ga ketemu-ketemu.", rintih si ibu tua yang terlihat lelah. Aku benar-benar tidak tega melihatnya dan tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mengantar si ibu sampai cibinong. Kebetulan aku tahu daerah cibinong dan itu masih kawasan Bogor. "Yaudah Bu, saya temenin yah sampe cibinong. Kebetulan saya tahu daerah cibinong. Tapi tunggu ibu mendingan agak kuat yah.", kataku. "Hemmm ibu kayanya kecapean banget. Saya takut gakuat ibu jalan sendiri, saya anter aja ya Bu pake mobil. Kebetulan saya bawa mobil", sahut mas ganteng itu. "Gausah dek, yaampun saya bener-bener gak enak ngerepotin. Saya bukannya takut adek ini orang jahat atau gimana-gimana, tapi saya bener-bener gamau ngerepotin. Takut adek juga lagi banyak urusan. Trus takut adek juga gatau jalan.", jawab ibu tua. "Kebetulan saya udah ga ngapa-ngapain hari ini Bu, kalo masalah jalan kan ada mba ini yang nunjukin bu", tunjuk mas muda itu. Aku kaget, "Hah? Gue kira lo nawarin maksudnya lo sendiri ga ngajak2 gue. Soalnya gue ga begitu hapal kalo pake kendaraan pribadi. Gw hapalnya jalur kereta atau angkot atau bis." Dia langsung menjawab dengan lo-gue juga,"lo aja yang orang bogor ga begitu hapal, apalagi gue yang orang Jakarta bener-bener kehitung jarilah ke Bogor berapa kali. Gue bener-bener buta mbak." Ibu tua itu langsung menjawab, "Gapapa dek Ibu jalan sendiri aja. Kami berdua entah mengapa menjawab kompak dan bersamaan, "engga Bu, kita anter ya" (oke fiks adegan ini mirip ftv).

Akhirnya aku dan mas muda dan ibu tua itu sampai di cibinong setelah kesasar satu kali karena lemahnya ingatanku akan jalan depok-cibinong. Kami akan menurunkan ibu itu di depan Cibinong City Mall karena menantunya akan menjemput di situ. Kami terhanyut akan obrolan seru selama perjalanan sehingga kami tidak menyadari sudah melewati dua jam perjalanan. Ibu Rosida lemah lembut tapi jago memberikan humor ala ibu-ibu Jawa dengan kemedokannya. Tama yang keren lucu dan lama-lama keliatan ganteng ini juga ternyata orangnya supel dan asik diajak ngobrol. Perutku benar-benar keram karena tertawa terus menerus. Setelah akan sampai, aku baru sadar bahwa aku belum menanyakan nama mereka berdua setelah melalui percakapan dan perjalanan bersama. "Oh ya, sampe lupa, kita belum kenalan loh. Nama saya Farah, ibu siapa namanya? Lo juga siapa namanya?". "Hahahahaha ohya gue juga baru sadar Far. Nama gue Tama, si ibu namanya Ibu Rosidah tadi gue udah sempet nanya. Ya kan Bu?" dan si ibu Rosidah hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman. "Mba Farah sama Mas Tama itu cocok loh keliatannya, sama-sama baik. Ibu perhatiin juga kalian cocok ngobrol daritadi," goda si Ibu. Aku tertawa terbahak-bahak "Yaampun Ibuuu emangnya sinetron Bu, orang asing ketemu terus jadian." Tama menjawab sambil tersenyum menggoda, "Kenapa engga ya Bu? Kali aja Farah udah punya pacar Bu, saya sih masih available" Oh My God!!! Jantungku benar-benar langsung berdentum kencang dan di sisi lain ada peringatan keras yang meneriakiku supaya jangan GR. Tapi siapa sih cewe yang gak GR digodain sama cow sebaik, selucu, sekeren, semenarik Tama?????? Tampangku benar-benar tidak mau diajak kompromi. Aku benar-benar tersenyum konyol. "Apaan sihhh, biasanya cowo kaya lo itu genit. ngakunya aja belom punya pacar.", ledekku. "Cowo kaya gue gimana? Emang gue kenapa gitu?" . Hhhhhh sialll aku maluuuu, untung kulitku gelap jadi pipiku tidak akan memerah kalau aku malu.
Aku terselamatkan oleh plang Cibinong City Mall (CCM) yang sudah terlihat "Eh Tama, itu CCMnya udah keliatan, siap-siap belok kanan.", sergahku. "Sip Bos!!", senyumnya.
Tama memberhentikan mobilnya di pinggir jalan persis di depan CCM. "Yaampun dek Tama sama dek Farah makasih banyak ya udah anter ibu. Kalian baik banget. Itu udah keliatan kok menantu Ibu. Ibu boleh minta nomer dek Farah sama dek Tama gak? Kalau ada waktu Ibu undang main ke rumah Ibu", tanya si Ibu. Tama mengeluarkan hapenya dan menjawab, "Nomer hape ibu berapa? Sini saya misscall. Nanti saya sms nomer Farah ke Ibu. Ga enak lama-lama berhenti, soalnya takut di sini gaboleh parkir atau berhenti Bu." "Oh iya dek. 081XXXXXXX".
Akhirnyaaaa di mobil tinggal aku dan Tama berdua saja, dan suasana tiba-tiba hening dan awkward. Tama konsentrasi menyetir dan aku akhirnya mencoba memulai pembicaraan, "Jadiiii....emmmmm... Lo sebenernya bisa sih turunin gue di sini. Gue bisa naik angkot Tam," "Kaku banget sih lo Far, ini gue asal lurus aja gatau mau ke mana. Tunjukin aja arah rumah lo. Gue anter"
Yaampuun kok jantung aku norak banget yah, cuma ditawarin Tama buat dianter pulang aja jadi lebay deg-degan gini. Perutku juga benar-benar sakit karena terlalu deg-degan. Tanpa sadar aku meremas celanaku. "Kenapa sih lo Far? Pengen boker bukan? Kayanya tegang sama keringet dingin gitu. Bener ga ini arah rumah lo?", tanya Tama. "Emmm iya gue sakit perut. eh maksudnya gue sakit perut tapi ga pengen boker. Gatau nih daritadi siang gue kegerahan. Iya kok bener lurus aja terus masih jauh." Siaaaaallll Tama bisa melihat aku tegang. untung dia mengira aku ingin buang air besar, bukan gara-gara deg-degan duduk di samping dia. Mimpi apa aku semalam, ke Jakarta untuk melamar kerja, eh sekarang malah dianter pulang sama cowo selucu Tama. "Sakit perut laper? Anehhh. Lo bilang daritadi lo gerah tapi rambut lo digerai. Bukannya tambah gerah yah? Oya btw ngapain lo ke Jakarta kalo lo ga pengen jadi orang Jakarta?", cerocos Tama. "Emm iya sih laper. Lupa gue hari ini belom amkan ga sempet. Gue lagi cari kerja di Jakarta, Tam. Biasa tuntutan hidup demi sesuap nasi, lapangan kerja di Bogor ga sebanyak di Jakarta jadi guepun sangat terpaksa. Eh iya lupaaaa. Daritadi siang tuh gue nyari-nyari iket rambur gue tapi ga ketemu." Tama tiba-tiba tertawa terbahak-bahak "Farah, jelas-jelas iket rambut kamu daritadi siang tuh ada di pergelangan tangan kamu. Oke kita makan dulu yuk sambil lanjut ngobrol. Gue bukan orang yang pilih-pilih makanan sih, jadi di mana aja bisa. Di sini mau?", kata Tama sambil menunjuk emperan tukang pecel ayam kaki lima. "hehe gue emang gitu Tam, suka ga liat kalo lagi riweuh nyari. Boleh, di sini enak kok, kebeneran gue lumayan sering makan di sini". "Sering makan di sini sama siapa?". "Ada deh". "Sama pacar?" "Gue gak punya pacaaarrr", teriakku pelan. "Oke, bagus." "Bagus kenapa", please Far jangan makin geer, teriakku dalam hati. "Bagus aja, sama-sama single, jumat malem makan bareng di emperan. Gak ada yang ribet atau cemburu.", Tama menjawab dengan senyumnya yang... uhhhhh bikin hati meleleh.
Kalau ditanya ada atau tidak jatuh cinta pada pandangan pertama hanya karena melihat senyuman, mungkin aku termasuk salah satunya. hhhhh kurasa aku on the way jatuh cinta sama Tama. Oke ini super lebay. Tapi, ini memang benar-benar apa yang aku rasa. Tama itu cowo yang super baik. Mana ada coba cowo yang mau mengantar ibu-ibu yang tidak dikenal. Selama 3 jam mengenal Tama, kita benar-benar sudah merasa cocok *gue doang sih sebenernya yang ngerasa cocok. Dia tinggal di Tebet. Anak kedua dari dua bersaudara alias anak bungsu. Dia lebih tua setahun dariku. Dia sudah bekerja selama setahun lebih di sebuah perusahaan asuransi dan membeli mobil serta mencicil rumah dari hasil kerjanya selama setahun lebih ini. Hemmm terlintas di benakku, jangan-jangan dia memperlama waktunya bersamaku bukan karena dia suka padaku tapi karena dia ingin menawari aku untuk ikut di perusahaan asuransi tempat dia bekerja atau jadi nasabahnya. Aaaaaaah sudahlah, lebih baik aku tetap berpikir yang membuatku GR seperti mungkin saja Tama juga mulai suka padaku.
Sambil menunggu pesanan datang, aku sibuk menguncir rambut dan membalas chat-chat yang tidak sempat kubalas. Tiba-tiba Tama berkata, "Jadi, nomor lo berapa Far?" "Hah???" "Nomor hape kamu berapa Farah? Buat Bu Rosidah." "Ohhh... kaget gue tiba-tiba lo nanya nomer gue. Gue kira lo mau ngedeketin gue hahahahahaha. Catet yah 081XXXXXX.", candaku. "Yahh sambil menyelam minum air. Gue sih elegan yah kalo deketin cewe. Sepik-sepik dikitlah ga langsung minta nomor, harus ada alesannya. hahahahaahhaha". Sontak akupun terbeku melihat Tama tertawa. Huahhhh Tuhan Maha Baik menyelipkan bagian-bagian indah dalam hidup di hariku yang berat. "Oh gue kira lo modus minta nomor gue buat jadi nasabah baru lo hahahahaha." Tama menjawab dengan senyuman cool khasnya. "Lo belom kerja Farah, gimana bisa gue ngejadiin lo nasabah gue. Lo mau bayar pake daun? Hahahahaha. "Pake cinta boleh gak Bang?", godaku. "Boleh yang." lalu Tama menambahkan "yang haus yang haus yang haus". Oke candaan itu sangat garing tapi aku tertawa terbahak-bahak "Sumpah Tama lo garing banget sih. Humor lo kacangan hahahaha." Lalu wajah Tama berubah serius, "Oke, besok sabtu gue libur. Kita jalan yuk. Tadi lo bilang suka film horor kan? Nonton yuk! Di bioskop ada film Conjuring 2, premiernya besok." Akupun langsung otomatis mengangguk tanpa sadar "Eh tapiii premier kan mahal. Ga enak gue minta duit ke orang tua kan gue belom dapet kerja. Gimana kalo minggu depan aja?." Kemudian Tama menjawab, "Gapapa Farah, gue suka dapet bonus tiket premier dari kantor kok. Besok gue yang traktir tapi lo harus nraktir gue ya kalo udah dapet kerja."
Dan, sebulan kemudian, kami jadian. Indahnya masa pertemuan dan pedekate yang tidak terlupakan. Terima kasih Ibu Rosidah :)

Selasa, 03 Mei 2016

Hujan

Hujan rintik yang terlihat dari jendela kamar terdengar sangat berirama seperti senandung yang menghiasi suara tangisanku. Aku memejamkan mata, sambil merekam kembali tentang memori aku dan dia. "Sayang, maaf yah aku lupa bawa jas hujan jadi neduh lagi deh. Hujannya deres banget lagi yang, pasti lama nih berhentinya", katanya. "It's okay sayaaang. Romantis kali hujan-hujan neduh bareng gini", jawabku. Lalu kami terdiam selama beberapa lama. Entah mengapa aku merasakan hal yang sangat aneh beberapa hari ini, dan aku sangat merasakannya hari ini sejak tadi pagi kita jalan bersama. "Sayang, kamu kenapa sih? Kayanya banyak pikiran gitu.", tanyaku. "Hemmm.. Gapapa kok Litha.", bisiknya. Aku langsung menoleh kaget karena selama aku pacaran dengannya dia tidak pernah sekalipun memanggil namaku. "Kamu kok tumben manggil nama aku?" . Dia terlihat seperti sedang merangkai kata, entah mengapa aku melihatnya seperti anak kecil gugup yang sedang berusaha keras merangkai kata untuk meminta jajan kepada orangtuanya. "Aku.. aku.. emmmm... sebenernya... aku... ngerasa beberapa bulan ini jenuh sama kamu. aku udah usaha banget nyoba Tha untuk ngilangin jenuh ini, tapiii gatau kenapa gabisa. Puncaknya ya beberapa hari belakangan ini", katanya. "Oke, cukup, gausah dilanjut, aku udah tau lanjutannya. Kamu minta putus kan? Yaudah kita putus, Aku paham kamu mungkin udah mempertimbangkan ini mateng-mateng baru kamu ngomong ke aku. Nih...", kataku sambil memberi helmnya. Aku berlari menuju angkot manapun yang ada di depanku. Selanjutnya aku menahan tangisan sampai aku tidak tersadar angkot yang aku naiki tidak searah dengan rumahku. 
"Patah hati, putus, oh yahhh udah biasa", teriakku saat kembali sadar dari lamunanku. Itu adalah mantra andalan setiap aku mengalami putus cinta atau patah hati karna memang bukan pertama kalinya aku mengalaminya. Tapi mantra hanyalah mantra. Bukannya setiap petinju sudah biasa merasakan luka pukulan namun setiap terkena pukulan dari lawannya tetap saja tubuhnya merasakan sakit? Begitu juga patah hati. 
Kembali lagi aku harus masuk fase metamorfosis pacaran, yaitu pdkt, pacaran, putus, dan move on. Yahhhh andai move on semudah aku mengucapkannya.